dliknews.com – Kepolisian Republik Indonesia telah menetapkan persyaratan baru dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM). Mulai sekarang, pemohon SIM diwajibkan untuk menjadi peserta aktif Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan memiliki sertifikat mengemudi. Kebijakan ini akan diuji coba di beberapa wilayah Indonesia mulai 1 Juli hingga 30 September 2024.
AKBP Faisal Andri Pratomo, Kasi Binyan Subdit SIM Dit-Regident Korlantas Polri, menjelaskan bahwa uji coba kebijakan ini akan berlangsung di tujuh wilayah, yaitu:
1. Polda Aceh
2. Polda Sumatera Barat
3. Polda Sumatera Selatan
4. Polda Metro Jaya
5. Polda Kalimantan Timur
6. Polda Bali
7. Polda Nusa Tenggara Timur
Kewajiban memiliki BPJS untuk pengurusan SIM tercantum dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2023 yang merupakan perubahan atas Peraturan Kepolisian Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penerbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi. Dalam pasal 9 peraturan ini, dijelaskan beberapa syarat administrasi yang harus dipenuhi pemohon SIM, yaitu:
1. Mengisi dan menyerahkan formulir pendaftaran SIM secara manual atau elektronik.
2. Melampirkan fotokopi dan memperlihatkan identitas diri berupa KTP elektronik bagi WNI atau dokumen keimigrasian bagi WNA.
3. Melampirkan fotokopi sertifikat pendidikan dan pelatihan mengemudi beserta yang aslinya.
4. Melampirkan surat hasil verifikasi kompetensi mengemudi dari sekolah mengemudi terakreditasi, bagi yang belajar secara mandiri.
5. Melampirkan fotokopi surat izin kerja dari kementerian terkait bagi WNA yang bekerja di Indonesia.
6. Melakukan perekaman biometrik berupa sidik jari, pengenalan wajah, atau retina mata.
7. Melampirkan bukti kepesertaan aktif dalam program jaminan kesehatan nasional.
8. Menyerahkan bukti pembayaran penerimaan bukan pajak.
Kewajiban memiliki BPJS untuk pengurusan SIM ini didasarkan pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Inpres tersebut bertujuan untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas dan menjamin keberlangsungan program JKN. Presiden Joko Widodo menginstruksikan Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk memastikan pemohon SIM, STNK, dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) adalah peserta aktif JKN.
Selain BPJS, calon pemohon SIM juga harus memiliki sertifikat mengemudi. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 77 ayat (3) UU tersebut menyatakan bahwa untuk mendapatkan SIM, calon pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau belajar mandiri. Pasal 78 ayat (1) menjelaskan bahwa pendidikan dan pelatihan mengemudi diselenggarakan oleh lembaga yang berizin dan terakreditasi dari pemerintah.
Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengemudi di Indonesia serta mendukung program JKN. Namun, kebijakan ini juga memunculkan beberapa tantangan, terutama bagi pemohon yang belum terdaftar sebagai peserta JKN atau belum memiliki sertifikat mengemudi. Pemerintah perlu memastikan bahwa informasi mengenai kebijakan baru ini tersosialisasi dengan baik agar masyarakat dapat mempersiapkan diri sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Masyarakat diharapkan dapat mendukung kebijakan ini demi keselamatan dan kesehatan bersama. Pengurus SIM baru perlu memastikan kepesertaan aktif dalam JKN dan melengkapi diri dengan sertifikat mengemudi sebelum mengajukan permohonan. Pemerintah juga diharapkan dapat menyediakan fasilitas dan layanan yang memadai untuk mempermudah masyarakat memenuhi persyaratan baru ini.
Dengan adanya kebijakan baru ini, diharapkan kualitas pengemudi di Indonesia semakin baik dan terjamin. Kesadaran akan pentingnya jaminan kesehatan dan kompetensi mengemudi akan meningkat, sehingga dapat mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas dan meningkatkan keselamatan di jalan raya.
Penerapan persyaratan baru dalam pembuatan SIM dengan mewajibkan kepesertaan JKN dan kepemilikan sertifikat mengemudi merupakan langkah maju dalam upaya meningkatkan keselamatan berkendara di Indonesia. Meski menimbulkan tantangan, dengan sosialisasi dan dukungan yang tepat, kebijakan ini dapat membawa dampak positif bagi masyarakat luas. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam mengimplementasikan kebijakan ini demi keselamatan dan kesehatan bersama.