dliknews.com – Dalam beberapa waktu terakhir, Penyidik Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung telah aktif menindak berbagai kasus korupsi di sektor pertambangan. Ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mencakup sanksi pidana administratif yang bertujuan memperkuat ketentuan-ketentuan administrasi di sektor ini, sehingga implementasinya dapat sesuai dengan harapan.
Dalam hukum positif, penegakan hukum terhadap sanksi pidana administratif di sektor pertambangan dilakukan oleh Penyidik Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Namun, dalam praktiknya, baik Penyidik Kejaksaan, Polri, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sering kali menangani pelanggaran hukum di sektor pertambangan dengan menggunakan instrumen Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Prof. Suparji Ahmad, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar, menjelaskan bahwa berdasarkan asas systematische specialiteit dan asas logische specialiteit, dalam kondisi tertentu, perbuatan pidana di bidang administrasi dapat ditindak dengan menggunakan undang-undang tindak pidana korupsi. Hal ini dilakukan karena dalam operasional pertambangan sering terjadi tindakan koruptif seperti suap, persekongkolan antara penyelenggara negara dan pihak swasta, serta niat jahat dalam pengurusan izin. Perbuatan-perbuatan ini biasanya mengakibatkan kerugian keuangan negara yang besar, yang tidak mungkin ditangani hanya dengan sanksi pidana administratif.
Prof. Suparji Ahmad menegaskan bahwa penerapan tindak pidana korupsi oleh Penyidik Kejaksaan, Polri, maupun KPK adalah sah dan memang merupakan bagian dari kewenangan mereka. Menurutnya, tidak mungkin masing-masing lembaga tersebut saling mengambil alih kewenangan satu sama lain. Prof. Suparji bahkan mengharapkan agar penegak hukum dari Kejaksaan, Polri, dan KPK bisa bersinergi dan berkolaborasi untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi di sektor pertambangan. Hal ini penting karena sektor pertambangan sering kali menyebabkan kerugian keuangan negara yang besar dan hanya menguntungkan segelintir pihak tertentu.
Lebih lanjut, Prof. Suparji Ahmad menggarisbawahi bahwa sinergi antara Kejaksaan, Polri, dan KPK sangat penting dalam memberantas korupsi di sektor pertambangan. Kerjasama ini diperlukan untuk memastikan bahwa tindakan korupsi dapat ditekan seminimal mungkin dan negara tidak terus-menerus dirugikan oleh praktik-praktik kotor dalam sektor yang krusial ini. Kolaborasi antar lembaga penegak hukum akan meningkatkan efektivitas penindakan dan memberikan efek jera yang lebih kuat bagi pelaku korupsi.
Sektor pertambangan, yang merupakan salah satu pilar utama perekonomian nasional, harus dikelola dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi. Ketika ada penyalahgunaan wewenang atau tindakan koruptif, dampaknya bisa sangat merugikan negara dan masyarakat. Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas dan terkoordinasi menjadi kunci untuk memastikan bahwa sektor ini bisa berkontribusi secara optimal tanpa adanya kebocoran keuangan akibat korupsi.
Selain itu, implementasi ketentuan pidana administratif di sektor pertambangan harus terus diperkuat. Hal ini mencakup peningkatan kapasitas dan kompetensi aparat penegak hukum serta pengawasan yang lebih ketat terhadap kegiatan pertambangan. Dengan demikian, segala bentuk penyimpangan dapat segera terdeteksi dan ditindak secara cepat dan tepat.
Pendekatan yang holistik dan integratif dalam penegakan hukum di sektor pertambangan juga perlu diterapkan. Ini mencakup langkah-langkah preventif, seperti pendidikan dan sosialisasi anti-korupsi kepada para pelaku industri pertambangan, serta penindakan tegas terhadap pelanggaran hukum yang terjadi. Dengan begitu, diharapkan tercipta iklim usaha yang sehat dan kompetitif, serta mengurangi peluang terjadinya korupsi.
Untuk mendukung upaya ini, keterlibatan masyarakat juga sangat penting. Masyarakat bisa berperan aktif dalam mengawasi dan melaporkan tindakan-tindakan yang mencurigakan di sektor pertambangan. Partisipasi publik akan membantu menciptakan sistem pengawasan yang lebih komprehensif dan mengurangi potensi korupsi.
Dalam konteks global, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam, termasuk pertambangan, menjadi salah satu fokus utama. Banyak negara telah mengadopsi berbagai inisiatif dan standar internasional untuk memastikan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan bebas korupsi. Indonesia, sebagai salah satu negara penghasil mineral dan batubara terbesar, juga harus terus meningkatkan standar pengelolaan pertambangannya untuk memenuhi tuntutan global akan transparansi dan akuntabilitas.
Dengan demikian, upaya yang dilakukan oleh Kejaksaan, Polri, dan KPK dalam memberantas korupsi di sektor pertambangan harus terus didukung dan ditingkatkan. Sinergi antar lembaga penegak hukum, peningkatan kapasitas dan kompetensi aparat, serta keterlibatan aktif masyarakat adalah kunci untuk menciptakan sektor pertambangan yang bebas dari korupsi dan memberikan manfaat maksimal bagi perekonomian nasional.
Dengan penegakan hukum yang tegas dan terkoordinasi, serta dukungan dari semua pihak, diharapkan sektor pertambangan di Indonesia bisa beroperasi dengan lebih baik, transparan, dan akuntabel, sehingga bisa memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.